Pekan ini, pasar keuangan global bersiap menghadapi serangkaian data ekonomi penting yang bisa mengubah arah sentimen investor. Mulai dari rilis inflasi (CPI), indeks aktivitas bisnis (PMI), hingga laporan keuangan raksasa teknologi—semuanya berpotensi menggerakkan pasar dalam skala besar.
The Fed dan Nada Dovish yang Masih Mendominasi
Ekspektasi pasar terhadap pemangkasan suku bunga oleh The Fed masih bertahan, meski dolar AS sempat menguat didorong pernyataan optimistis Presiden Trump terkait hubungan dagang AS–Tiongkok.
Namun, komentar Jerome Powell kembali menenangkan euforia tersebut. Ketua The Fed itu menegaskan peluang penurunan suku bunga yang lebih agresif: dua kali di 2025 dan tiga kali di 2026, lebih banyak dari proyeksi resmi bank sentral yang hanya memperkirakan satu kali pemotongan.
Powell juga menilai ekonomi AS tetap tangguh, meski potensi penutupan pemerintahan bisa membuat data ekonomi kurang akurat. Fokus pasar kini tertuju pada data inflasi September yang diprediksi bertahan di sekitar 3% (yoy) serta PMI Global S&P Oktober.
Jika inflasi tetap tinggi dan PMI menguat, peluang pemangkasan suku bunga bisa menipis—mendorong dolar AS naik. Sebaliknya, jika inflasi melambat, investor mungkin kembali bersikap dovish terhadap kebijakan moneter AS.
Eropa: Menakar Sinyal Akhir Pelonggaran dari ECB
Di Eropa, pasar menanti rilis PMI awal Oktober yang akan memberikan gambaran tentang arah ekonomi Zona Euro. Euro sendiri masih berada di bawah tekanan akibat ketidakpastian politik di Prancis, sementara investor mulai memperkirakan kemungkinan pemangkasan suku bunga terakhir oleh ECB pada pertengahan 2026.
Sejumlah pejabat ECB menilai tingkat suku bunga saat ini sudah cukup menahan inflasi. Namun, Gubernur Bank Prancis François Villeroy de Galhau masih membuka peluang pemangkasan lanjutan, sementara Wakil Presiden Luis de Guindos menyoroti penguatan euro yang bisa menekan ekspor.
Jika data PMI menunjukkan pelemahan, pasar dapat kembali memperhitungkan skenario pelonggaran tambahan, yang pada akhirnya bisa menekan mata uang tunggal tersebut.
Inggris: Inflasi, Kebijakan Fiskal, dan Tekanan terhadap Pound
Dari Inggris, minggu ini akan diwarnai oleh rilis data inflasi (CPI), penjualan ritel, dan PMI Global S&P.
Bank of England (BoE) sebelumnya mempertahankan suku bunga di 4%, dengan dua anggota dewan mendukung pemangkasan sebesar 25 basis poin. Bank sentral menilai tekanan upah mulai mereda, sejalan dengan kenaikan tingkat pengangguran ke 4,8%.
Pasar saat ini menilai peluang 50% untuk pemangkasan suku bunga tambahan pada Desember, dengan potensi pelonggaran lanjutan di 2026.
Komentar Menteri Keuangan Rachel Reeves mengenai rencana kenaikan pajak dan pemotongan belanja turut memperkuat pandangan dovish pasar.
Jika inflasi September naik dari 3,8% (yoy) di Agustus, peluang pemangkasan bisa menurun—memberi dorongan bagi Pound. Data penjualan ritel dan PMI yang positif akan memperkuat alasan BoE untuk menahan diri dari langkah pelonggaran dalam waktu dekat.
Kanada, Jepang, dan Tiongkok: Dinamika Asia dan Amerika Utara
Bank of Canada (BoC) menjadi salah satu bank sentral pertama yang menurunkan suku bunga pada September sebesar 25 basis poin, sebagai respons terhadap pelemahan ekonomi dan meningkatnya pengangguran.
Pasar kini menantikan data inflasi berikutnya, yang jika melambat, bisa membuka peluang pemangkasan tambahan dan menekan dolar Kanada (loonie).
Sementara itu, di Jepang, ekspektasi terhadap kenaikan suku bunga Bank of Japan (BoJ) terus meningkat hingga 65%.
Kondisi politik yang tidak stabil setelah terpilihnya Sanae Takaichi sebagai pemimpin LDP tanpa dukungan penuh Komeito menambah ketidakpastian. Jika inflasi tetap kuat, yen berpotensi melanjutkan penguatan karena pasar semakin yakin BoJ akan memperketat kebijakan.
Dari Tiongkok, perhatian investor tertuju pada rilis PDB kuartal III, produksi industri, investasi, dan penjualan ritel.
Lemahnya permintaan domestik, ditandai dengan turunnya harga konsumen dan deflasi harga produsen, menjadi sinyal perlambatan ekonomi. Jika data ekonomi kembali mengecewakan, pemerintah Tiongkok mungkin perlu menambah stimulus, yang bisa menekan dolar Australia dan Selandia Baru sebagai mata uang mitra dagang utama.
Sorotan Korporasi: Netflix dan Tesla Jadi Pusat Perhatian
Dari sisi korporasi, dua nama besar yang akan menyita perhatian pasar adalah Netflix dan Tesla.
Netflix menghadapi tekanan kecil setelah komentar Elon Musk soal ajakan pembatalan langganan, meski dampaknya diperkirakan terbatas. Perusahaan kini berfokus pada kinerja pendapatan daripada sekadar pertumbuhan pengguna.
Sementara Tesla akan menyoroti performa penjualan mobil listriknya. Dengan rekor 497.099 unit pengiriman pada kuartal III 2025, naik 7% dibanding tahun sebelumnya, kinerja ini berpotensi memperkuat sentimen positif terhadap saham Tesla.
Di sisi lain, pasar ekuitas global masih mencermati perkembangan negosiasi dagang AS–Tiongkok dan risiko penutupan pemerintahan (government shutdown) yang bisa memengaruhi arah bursa dalam waktu dekat.
Dengan deretan data ekonomi dan laporan keuangan besar yang dirilis hampir bersamaan, pasar sedang berada di titik krusial.
Setiap angka inflasi, data PMI, dan pandangan bank sentral bisa menggeser ekspektasi suku bunga global secara signifikan.
Trader disarankan tetap waspada terhadap volatilitas pasar dan memantau rilis data ekonomi besar untuk menyesuaikan strategi dalam menghadapi dinamika moneter yang kian cepat berubah.







