fxstreet.com : Penutupan pemerintah AS selama 43 hari telah berakhir, dan badan-badan statistik seperti Biro Statistik Tenaga Kerja (BLS) dan Biro Analisis Ekonomi mulai menyusun jadwal rilis data terbaru. Laporan pekerjaan bulan September kemungkinan akan menjadi yang pertama dirilis, sedangkan data Oktober masih diragukan karena kesulitan pengumpulan setelah proses penutupan. Beberapa data penting lain seperti klaim pengangguran, penjualan ritel, inflasi PCE, dan laporan PDB kuartal ketiga juga tertunda. Penundaan ini menekan ekspektasi pasar akan penurunan suku bunga The Fed, yang dapat membuat dolar AS lebih cenderung konsolidasi daripada melemah lebih lanjut. Rilis data The Fed seperti survei manufaktur dan PMI kilat S&P Global bulan November menjadi sorotan penting untuk mengisi kekosongan data. Risalah rapat kebijakan The Fed Oktober juga dijadwalkan, meskipun diperkirakan reaksi pasar tidak besar kecuali ada perpecahan signifikan di FOMC.
Akankah CPI Inggris Dapat Mendorong Pemangkasan Suku Bunga? Ketidakpastian mengenai kemungkinan Bank of England memangkasi suku bunga pada bulan Desember mulai menurun. Data CPI terbaru menurunkan kekhawatiran inflasi yang melonjak di atas 4,0%, sehingga peluang pemangkasan suku bunga 25 bps pada Desember meningkat menjadi sekitar 80%. Data ketenagakerjaan dan PDB yang lemah mendukung ekspektasi ini. Sorotan kini pada data IHK Oktober yang akan dirilis minggu ini serta anggaran 26 November. Inflasi utama stabil di 3,8% y/y pada September, sementara IHK inti turun menjadi 3,5% y/y. Jika data Oktober menunjukkan moderasi lebih lanjut, hal ini akan memperkuat proyeksi pemangkasan suku bunga dan berpotensi melemahkan pound. Namun, penjualan ritel Oktober dan PMI November yang positif bisa memberikan dukungan bagi sterling.
Data Ekonomi dan Inflasi Menjadi Acuan BOJ Untuk Menaikkan Suku Bunga Jepang, meskipun inflasi konsisten di atas 2,0%, Bank of Japan (BoJ) masih berhati-hati menaikkan suku bunga karena pertumbuhan upah dianggap belum cukup kuat dan berkelanjutan. Perdana Menteri Sanae Takaichi mendesak BoJ untuk memprioritaskan pertumbuhan dan mempertanyakan apakah Jepang benar-benar keluar dari deflasi. BoJ berencana menaikkan suku bunga walau waktunya belum pasti, karena kekhawatiran terhadap dampak negatif ketidakpastian perdagangan pada ekspor dan pertumbuhan ekonomi, yang diperkirakan turun 0,6% kuartal ke kuartal di kuartal ketiga. Laporan IHK Oktober diperkirakan menunjukkan kenaikan sedikit menjadi 3,0% y/y, mendukung kebutuhan pengetatan moneter. Data lain seperti pesanan mesin, perdagangan, dan Flash PMI juga dinantikan. Jika data kuat, hal ini bisa menjadi dorongan bagi yen yang sedang melemah, terutama terhadap dolar AS, di mana risiko menembus level 155 dapat memicu intervensi pemerintah untuk menstabilkan mata uang. Di sisi lain, data GDP Jepang Q3 telah dirilis dengan penurunan angka tahunan di level -1.8%, sedangkan GDP Q3 turun -0,4% kuartal ke kuartal. Penurunan ini kemungkinan dipengaruhi oleh naiknya harga-harga.







